Selasa, 07 Desember 2010

SITUS

http://kumpulan-makalah-dlords.blogspot.com/2009/08/kebebasan-menurut-paham-syiah-dan.html
http://www.scribd.com/doc/40776883/Makalah-Syi-ah-dan-Ahlussunnah-waljamaah

MURJIAH

A. Definisi
Murjiáh merupakan satu aliran yang muncul di Damsyik, ibukota Kerajaan Umayyad, disebabakan oleh beberapa pengaruh Masehi pada pertengahan kedua dari abad pertama Hijriyah. Nama ini di ambil dari kata “Arja-a, Yurji-u, Irja-an” yang berarti mengundurkan.ini disebabakan karena mereka tidak mau memutuskan sesuatu perkara bahkan mengundurkan setiap hokum dan hukuman ke hari kemudian , maka seseorang tidak bersalah dan tetap berada di dalam keimanan yang utuh dan apapun yang dilakukannnya tidaklah mengganggu keududukannya sebagai seorang muslim yang penuh keimanan ia mungkin manusia yang bersalah dan berdosa, tetapi soal itu ialah antara dia dan Allah, namun manusia lain tidak perlu campur tangan dan menjatuhkan sesuatu sanksi hokum terhadap dirinya. Seolah-olah kebaikan dan kejahatan itu tidak mempengaruhi hidup, kehidupan, penghidupan dan masyarakat manusia. Dengan demkian tidaklah terdapat titik pisah antara sesuatu perintah dan larangan Allah. Di samping itu tidak ada pula ikatan baik dan jahat antara satu sama lain. Hidup yang demikian itu tidak ubahnya dari hidup benda yang tidak berjiwa dan berperasaan. [1]
Murjiáh merupakan kelompok sempalan yang berorientasi pada pendangkalan keimanan. Syubhat-syubhatnya amat berbahaya bagi tonggak-tonggak keimanan yang telah terhunjam dalam sanubari umat. Dasar pijakannya adalah akal dan pengetahuan bahasa Arab yang dipahami sesuai dengan hawa nafsu mereka, layaknya kelompok-kelompok bid’ah lainnya. Mereka berpaling dari keterangan-keterangan yang ada dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, serta perkataan para sahabat dan tabi’in.[2]
Pendapat lain mengatakan makna Murjiáh nisbat kepada irja` (إِرْجَاء) yang artinya mengakhirkan. Kelompok ini disebut dengan Murji`ah, dikarenakan dua hal:
1. Karena mereka mengakhirkan (tidak memasukkan, pen.) amalan ke dalam definisi keimanan.[3]
2. Karena keyakinan mereka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhirkan (membebaskan, pen.) adzab atas (pelaku, pen.) kemaksiatan.[4]
B. Kapan munculnya dan pelopor utamanya
Di antara sekian nama yang diidentifikasi sebagai pelopor utamanya adalah:
1. Ghailan Ad-Dimasyqi, seorang gembong kelompok sesat Qadariyyah yang dibunuh pada tahun 105 H.[5]
2.Hammad bin Abu Sulaiman Al-Kufi. [6]
3. Salim Al-Afthas.[7]
Murji`ah tergolong kelompok sesat yang tua umurnya. Ia muncul di akhir-akhir abad pertama Hijriyyah. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Disebutkan dalam riwayat Abu Dawud Ath-Thayalisi dari Syu’bah dari Zubaid, ia berkata: ‘Ketika muncul kelompok Murji`ah, maka aku mendatangi Abu Wa`il dan aku tanyakan kepada beliau perihal mereka.’ Maka tampaklah dari sini bahwa pertanyaan tersebut berkaitan dengan aqidah mereka (Murji`ah), dan disampaikan (kepada Abu Wa`il) di masa kemunculannya.
Sementara Abu Wa`il sendiri wafat pada tahun 99 H dan ada yang mengatakan pada tahun 82 H. Dari sini terbukti, bahwa bid’ah irja` tersebut sudah lama adanya.”[8]
Kemudian kelompok sesat Murji`ah ini tampil secara lebih demonstratif di negeri Kufah (Irak, pen.). Sehingga jadilah mereka sebagai rival (tandingan) bagi kelompok Khawarij dan Mu’tazilah, dengan pahamnya bahwa amalan ibadah bukanlah bagian dari keimanan.” [9]

C. Sekte-sekte Murjiáh
Murji`ah sendiri terpecah menjadi beberapa sekte, masing-masing memiliki bentuk kesesatan tersendiri. Di antara mereka, ada yang murni Murji`ah dan ada pula yang tidak. Adapun yang murni Murji`ah antara lain; Yunusiyyah (pengikut Yunus bin ‘Aun An-Numairi), ‘Ubaidiyyah (pengikut ‘Ubaid Al-Mukta`ib), Ghassaniyyah (pengikut Ghassan Al-Kufi), Tsaubaniyyah (pengikut Abu Tsauban Al-Murji’), Tumaniyyah (pengikut Abu Mu’adz At-Tumani), dan Shalihiyyah (pengikut Shalih bin Umar Ash-Shalihi). Sedangkan yang tidak murni Murji`ah, antara lain; Murji`ah Fuqaha (Murji`ah dari kalangan -sebagian- ahli fiqih Kufah, pengikut Hammad bin Abu Sulaiman), Murji`ah Qadariyyah (Murji`ah dari kalangan kelompok anti taqdir, pengikut Ghailan Ad-Dimasyqi), Murji`ah Jabriyyah (Murji`ah yang juga beraqidah Jabriyyah, pengikut Jahm bin Shafwan, gembong kelompok sesat Jahmiyyah), Murji`ah Khawarij (Mereka adalah sempalan kelompok Khawarij yang tampil beda dengan induk semangnya, yaitu dengan tidak memberikan sikap sedikitpun alias ber-tawaqquf terhadap pelaku dosa besar), Murji`ah Karramiyyah (Murji`ah dari pengikut Muhammad bin Karram, salah seorang gembong Musyabbihah1).[10]

D. Ciri-ciri Murjiáh
Murji`ah memiliki sekian banyak ciri, dan ada beberapa ciri yang paling menonjol, di antaranya sebagai berikut.
[1]. Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
\
[2]. Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.

[3]. Mereka mengharamkan istitsn` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah’) di dalam iman.

[4]. Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.

[5]. Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.

[6]. Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam); bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang ada dalam hati.[11]
CIRI-CIRI MURJI’AH MENURUT AHLI BID’AH TERDAHULU.
Dahulu para ahli bid’ah –dari kalangan Khawarij dan selainnya- menuduh Ahlus-Sunnah wal- Jama’ah dengan irja`, dikarenakan perkataan mereka (Ahlus-Sunnah) bahwa pelaku dosa besar tidak dikafirkan, kecuali jika dia menghalalkan perbuatan tersebut. Dan mereka berpendapat, orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkannya tidaklah kafir yang dapat mengeluarkannya dari agama.[12]
Di antara dali-dalil yang menunjukkan hal itu ialah sebagai berikut.
Pertama. Atsar yang dikeluarkan Ishaq bin Rahawaih dari Syaibân bin Farrûkh, ia berkata: “Aku bertanya kepada ‘Abdullah Ibnul-Mubârak: ‘Apa pendapatmu tentang orang yang berzina dan meminum khamr atau selain itu. Apakah ia dikatakan mukmin?’. ‘Abdullah Ibnul Mubârak menjawab,‘Aku tidak mengeluarkannya dari iman,’ maka Syaibân berkata,‘Apakah pada saat tua nanti engkau menjadi Murji`ah?,’ lalu ‘Abdullah Ibnul-Mubârak menjawab,‘Wahai, Aba ‘Abdillah! Sesungguhnya Murji`ah tidak menerimaku, karena aku mengatakan iman itu bertambah, sedangkan Murji`ah tidak mengatakan demikian’.”[13]
Kedua. Apa yang disebutkan oleh al-Qâdhi Abul-Fadhl as-Saksaki al-Hanbali (wafat 683 H) dalam kitabnya, al-Burhân: Bahwa ada sekelompok ahlul bid’ah yang dinamakan dengan al-Mansuriyyah -mereka adalah sahabat dari ‘Abdullah bin Zaid-, mereka menuduh Ahlus-Sunnah sebagai Murji`ah, karena Ahlus-Sunnah mengatakan, orang yang meninggalkan shalat, apabila ia tidak mengingkari kewajibannya maka ia tetap seorang muslim; demikian menurut pendapat yang shahîh dari madzhab Imam Ahmad.
Mereka (ahlu bid’ah) mengatakan: “Ini menunjukkan bahwa iman menurut mereka (Ahlus Sunnah) adalah perkataan tanpa amal.”14
CIRI-CIRI SESEORANG TERLEPAS DARI MURJI’AH, MENURUT AHLUS-SUNNAH.
Para ulama Ahlus-Sunnah telah menyebutkan sejumlah ciri yang dapat diketahui bahwa seseorang terlepas dari bid’ah Irja`, di antaranya ialah:

[1]. Mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan.
Imam Ibnul-Mubarak rahimahullah pernah ditanya: “Engkau berpendapat Irja`?,” maka ia menjawab,“Aku mengatakan bahwa iman itu perkataan dan perbuatan. Bagaimana mungkin aku menjadi Murji`ah?!”
[2]. Mengatakan bahwa iman itu bertambah dan berkurang.
Imam Ahmad ditanya tentang orang yang mengatakan: “Iman itu bertambah dan berkurang,” maka ia menjawab,“Orang ini telah berlepas diri dari Irja`.”
[3]. Mengatakan bahwa maksiat mengurangi iman dan membahayakannya.
[4]. Mengatakan bahwa kekufuran dapat terjadi dengan perbuatan sebagaimana dapat terjadi dengan keyakinan dan perkataan. Dan ada di antara amal yang menjadi kufur karena melakukan amal tersebut tanpa keyakinan, dan menganggap halal perbuatan tersebut.
E. Iman Menurut Pendapat Murji`ah
Murji'ah adalah sebuah firqah yang memiliki pemahaman irja`. Maksud irja` ini memiliki dua makna.

Pertama. Mengakhirkan. Yaitu mereka mengakhirkan amal dari iman. Dalam arti, bahwa menurut mereka, amal tidak termasuk bagian dari iman. Pendapat ini merupakan kesesatan karena menyelisihi 'aqidah Ahlus-Sunnah.

Kedua. Memberikan raja' (harapan). Mereka mengatakan, dengan adanya iman maka maksiat tidak membahayakan. Sebagaimana juga ketaatan itu tidak bermanfaat dengan adanya kekufuran. Anggapan ini juga merupakan kesesatan, karena mereka memandang remeh terhadap nash-nash ancaman yang terdapat dalam Al-Kitab dan as-Sunnah.

Para salafush-shalih telah menyatakan kesesatan firqah Murji`ah ini. Az-Zuhri rahimahullah berkata; ''Tidaklah muncul bid'ah di dalam Islam yang lebih berbahaya terhadap pemeluk (agama Islam) dari irja`''.17

Ada beberapa firqah Murji`ah, namun secara umum terbagi dalam tiga golongan.

Pertama. Golongan yang mengatakan bahwa iman hanyalah apa yang ada di dalam hati saja. Sebagaimana Asy'ariyah menyatakan iman adalah keyakinan dan amalan hati. Begitu pula Jahmiyah menyatakan iman hanyalah keyakinan hati saja.
Kedua. Golongan yang mengatakan, iman hanyalah perkataan lisan saja. Mereka ini dikenal sebagai golongan Karamiyyah

Ketiga. Golongan yang mengatakan, iman adalah keyakinan hati dan perkataan lisan. Mereka ini Murji`ah dari kalangan fuqahâ (para ahli fiqih).
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menegaskan dalam Majmû' Fatâwa: Murji`ah itu ada tiga golongan
.

Pendapat Pertama, orang-orang yang mengatakan bahwa iman hanyalah apa yang ada di dalam hati saja. Kemudian di antara mereka ini, ada yang memasukkan amal-amal hati di dalam iman. Mereka ini merupakan mayoritas golongan Murji`ah. Sebagaimana Abul-Hasan al-Asy'ari telah menyebutkan perkataan-perkataan mereka di dalam kitabnya. Banyak golongan yang beliau paparkan. Tetapi kami akan menyebutkan pokok-pokok pendapat mereka. Di antara mereka ada yang tidak memasukkan amal hati ke dalam iman, seperti Jahm dan pengikutnya, as-Shalihi. Inilah yang dia bela dan diikuti oleh mayoritas pengikutnya.

Pendapat Kedua, orang yang menyatakan bahwa iman adalah perkataan lisan saja. Pendapat ini tidak dikenal oleh seorang pun sebelum kemunculan firqah al-Karrâmiyyah.

Pendapat Ketiga, bahwasanya iman adalah keyakinan hati dan perkataan lisan. Inilah yang terkenal dari ahli fiqih dan ahli ibadah dari golongan Murji`ah.18

Tiga golongan ini sepakat menyatakan bahwa amal anggota badan tidak termasuk bagian iman. Pendapat ini tentu merupakan penyimpangan dan kesesatan, walaupun kadarnya berbeda-beda. Karena ijma' (kesepakatan) Salaf menetapkan bahwa amal anggota badan termasuk iman, bahkan hal ini ditunjukkan oleh Al-Kitab dan as-Sunnah

.
KESIMPULAN
Aliran Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khowarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khowarij. Pengertian murji'ah sendiri ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat.
Secara garis besar, ajaran-ajaran pokok Murji'ah adalah:
  1. Pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Jadi pengikut golongan ini tak dituntut membuktikan keimanan dalam perbuatan sehari-hari. Ini merupakan sesuatu yang janggal dan sulit diterima kalangan Murjites sendiri, karena iman dan amal perbuatan dalam Islam merupakan satu kesatuan.
  2. Selama meyakini 2 kalimah syahadat, seorang Muslim yang berdosa besar tak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, artinya hanya Allah yang berhak menjatuhkannya di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Fachrudin, Dr. Fuad Mohd. Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam. CV. Yasaguna.1990.
Nasution, Harun.Teologi Islam. Penerbit UI. 2008
'Abdul-Akhir Hammad al-Ghunaimi,Al-Minhah Ilâhiyah fî Tahdzîb Syarh ath-Thahâwiyah, Darush-Shahabah.1978.
Syaikul-Islam Ibnu Taimiyyah. Majmu’ Fatâwa, Dar El-Maárif.2001.
Asy-Syahrastani. Al-Milal Wan Nihal, Dar El-Maárif.2000.


[1] . Dr. Fuad Mohd. Fachrudin, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam. CV. Yasaguna.1990
[2] . Majmu’ Fatawa, 7/118
[3] (Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyyah, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hal. 113)
[4] (An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, karya Al-Imam Ibnul Atsir, 2/206)
[5] (Lihat Al-Milal Wan Nihal, karya Asy-Syahrastani hal. 139)
[6] (Lihat Majmu’ Fatawa, 7/297 dan 311)
[7] (Lihat Kitabul Iman, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 179).
[8] (Fathul Bari 1/137)
[9] (Lihat Majmu’ Fatawa 13/38
[10] (Untuk lebih rincinya, lihat Majmu’ Fatawa 7/543-550, Al-Milal Wan Nihal, hal. 140-145 dan Firaq
Mu’ashirah, 2/761)
[11] Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah, karya Imam al-Lalikâ-i.
[12] . Syarah Aqîdah ath-Thahâwiyyah, karya Imam Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi tahqiq para ulama dan takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
[13] At-Takfîr wa Dhawâbithuhu, karya Syaikh Dr. Ibrâhim ar-Ruhaili.